Monday, February 3, 2014

Semar dan Punakawan Lainnya (Bagian 2)

Pada tulisan sebelumnya, telah dibahas tentang Punakawan pendamping Semar versi pewayangan Surakarta dan Jogjakarta. Sebelumnya juga telah ditulis bahwa dalam Pewayangan Cirebon, Semar memiliki delapan pendamping/"anak" yang memiliki keunikannya masing-masing. Berdasarkan Babad Cirebon, Punakawan pendamping Semar dimunculkan pertama kali oleh Sunan Panggung yang dipercaya sebagai Sunan Kalijaga. Jumlah Punakawan dalam pewayangan Cirebon yang berjumlah sembilan disimbolkan sama dengan jumlah Wali Songo. Pada saat itu, Cirebon dikuasai oleh kerajaan Mataram Islam, sehingga salah satu cara penyebaran agama Islam menggunakan wayang sebagai media dakwah. Salah satu buktinya adalah adanya kitab Asmaragama. Dalam pewayangan Cirebon, kitab Asmaragama berisi etika hubungan suami istri dalam membangun dan membina rumah tangga. Di kalangan dalang wayang Cirebon, kitab tersebut dipercaya ditulis oleh Sunan Panggung/Sunan Kalijaga. Ajaran dalam kitab Asmaragama disimbolkan dalam bentuk Punakawan yang berjumlah sembilan. Nama-nama Punakawan dipercaya mengandung isi dari kitab tersebut.

Dalam pewayangan Cirebon, asal-usul Semar dan Punakawan pendampingnya berbeda dengan versi Surakarta atau Jogjakarta. Dalam versi Arjawinangun, diceritakan Sang Hyang Wenang menikah dengan Dewi Arini dan berputra Sang Hyang Tunggal. Sang Hyang Tunggal kemudian menikah dengan Dewi Siti Bentar. Dari pernikahan tersebut, mereka memiliki sembilan anak, dua diantaranya adalah Sang Hyang Ismaya dan Sang Hyang Tismaya. Ketika diadakan sayembara untuk menggantikan Sang Hyang Tunggal sebagai penguasa kahyangan, keduanya mengikuti sayembara tersebut. Syarat dari sayembara tersebut adalah mencapai Bale Mercupunda tanpa melorot kembali, dialah yang akan menjadi pemimpin kahyangan. Pada akhirnya Sang Hyang Tismaya berhasil dan menjadi pemimpin kahyangan dengan gelar Batara Guru. Sementara itu, Sang Hyang Ismaya berhasil mencapai Bale Mercupunda akan tetapi melorot kembali jatuh ke bumi. Akan tetapi, sebelum melorot ia sempat mengambil jimat Layang Kalimasada dari Bale Mercupunda.

   Di bumi, Sang Hyang Ismaya mencari orang untuk dijadikan majikan. Kemudian ia bertemu dengan Begawan Palasara yang merupakan raja Kerajaan Astina. Begawan Palasara bersedia menjadi majikan dan meminta Sang Hyang Ismaya merubah wujudnya. Sang Hyang Ismaya kemudian melepas bungkus jimat Layang Kalimasada dan menempelkannya ke tubuhnya. Sang Hyang Ismaya berubah menjadi Semar. Nama Semar sendiri berasal dari kata samar. Jimat Layang Kalimasada kemudian ia berikan kepada Begawan Palasara.

Semar menikah dengan Sudiragen yang merupakan titisan istrinya di kahyangan, yaitu Dewi Sanggani. Karena tidak memiliki anak, Begawan Palasara menyuruh Semar untuk mempunyai Punakawan pembantu. Semar kemudian menciptakan Punakawan dan diakuinya sebagai anak. Mereka adalah:
1. Bitarota


Diciptakan dari orang-orangan sawah (versi lain menyebutkan berasal dari tumbuhan tungkul). Bitarota berkarakter pendiam dan memiliki perasaan yang halus. Dalam kitab Asmaragama, Biratora berarti naro bibit kang rata. Bila diartikan kurang lebih harus meletakkan atau memasukkan benih baik.

2. Ceblok 


Diciptakan dari gagang daun kelapa (versi lain menyebutkan berasal dari kayu sempu). Ceblok berkarakter pemberani dan berangasan. Dalam kitab Asmaragama, Ceblok berarti nanceba ing seblok.  seseorang harus setia pada pasangannya.

3. Duwala


 Diciptakan dari bonggol bambu (versi lain menyebutkan berasal dari kayu panggang/bakar). Duwala berkarakter periang dan pintar menembang/menyanyi walaupun suaranya sengau. Dalam kitab Asmaragama, Duwala berarti aja padu bokat ala. Bila diartikan kurang lebih jangan sembarangan dan jangan sampai salah.

4. Gareng


Diciptakan dari potongan kayu gaharu (versi lain menyebutkan berasal dari benalu kayu panggang). Gareng berkarakter sombong dan angkuh. Dalam kitab Asmaragama, Gareng berarti mangga bareng rengreng. Bila diartikan kurang lebih harus direncanakan bersama.

5. Bagong


Diciptakan dari daun kastuba (versi lain menyebutkan berasal dari tunggak jati). Bagong memiliki suara yang serak, kasar, dan selalu berbahasa Sunda. Dalam kitab Asmaragama, Bagong berarti amba kang legong. Bila diartikan kurang lebih bercinta harus dilakukan di tempat yang pantas.

6. Bagal Buntung


Diciptakan dari bonggol jagung (versi lain menyebutkan berasal dari kemandi, yaitu sejenis benalu). Bagal Buntung bicaranya pelo/cadel. Dalam kitab Asmaragama, Bagal Buntung berarti baka bakal buntung. Bila diartikan kurang lebih kalau gagal hasilnya akan jelek/cacat.

7. Cungkring


Diciptakan dari potongan bambu (versi lain menyebutkan berasal dari pohon randu). Sifat dan perilaku Cungkring sama dengan tokoh Petruk pada wayang Jawa Tengah. Cungkring selalu memegang rokok untuk menyundut lawannya. Dalam kitab Asmaragama, Cungkring berarti baka wis mancung ningkring. Bila diartikan kurang lebih kalau sudah birahi segera berhubungan dengan istri.

Nama Semar dalam kitab Asmaragama berarti mesem aja samar. Bila diartikan kurang lebih tidak harus tersenyum tulus terhadap pasangan. Satu Punakawan lagi adalah Curis. Diceritakan bahwa Curis adalah adik Semar yang bernama asli Sang Hyang Sukmasara yang juga mengikuti sayembara memperebutkan tahta kahyangan. Ia berhasil mencapai Bale Mercupunda akan tetapi melorot jatuh ke bumi dan lehernya tersangkut pohon. Sang Hyang Sukmasara kemudian ditemukan dan ditolong oleh Sambarama yang merupakan kakak Begawan Palasara, kemudian diserahkan kepada Semar. Sama seperti Semar, ternyata saat mencapai Bale Mercupunda, Sang Hyang Sukmasara sempat mengambil jimat Cupu Garuda Mahmud. Atas saran Semar, Sang Hyang Sukmasara diminta merubah wujudnya. Sang Hyang Sukmasara kemudian melepas bungkus jimat kemudian menggunakannya ke badannya sehingga wujudnya berubah.


Dalam kitab Asmaragama, Curis berarti mancur kang aris. Bila diartikan kurang lebih sprema dikeluarkan dan ditempatkan secara baik.


(bersambung)