Tulisan kali ini saya angkat dari program 360 di Metro TV beberapa waktu lalu yang berjudul Penyelam Kompresor. Cerita ini berdasarkan kisah masyarakat Pulau Barrang Lompo yang kebanyakan berprofesi sebagai nelayan teripang. Pulau Barrang Lampo merupakan salah satu kelurahan dari Kecamatan Ujung Tanah, Kotamadya Makassar. Pulau ini berjarak sekitar 11 mil dari Makassar dan dapat dijangkau dengan perahu neyalan atau kapal penumpang dari Dermaga Tradisional Kayu Bengkoah, Makassar selama 45 menit - 1 jam.
(via sosbud.kompasiana.com)
Salah satu yang menarik dan ironis di pulau ini adalah adanya istilah "Lorong Janda" dan banyaknya nelayan yang lumpuh. Lorong atau gang ini merupakan tempat tinggal para janda nelayan - nelayan setempat. Sedangkan nelayan yang lumpuh disebabkan oleh keadaan yang bisa disebut dengan "dekompresi" akibat prosedur menyelam yang salah. Nelayan disini kebanyakan adalah nelayan teripang. Mereka menangkap teripang dengan cara meyelam menggunakan peralatan seadanya dan menggunakan kompresor udara yang biasa digunakan tukang tambal ban sebagai penyuplai udara.
Dekompresi merupakan istilah yang umum dan harus dihindari oleh para penyelam. Dekompresi digambarkan sebagai suatu keadaaan terakumulasinya nitrogen dalam peredaran darah saat atau setelah menyelam sehingga membentuk gelembung udara yang menyumbat pembuluh darah dan sistem syaraf. Akibat dari dekompresi mirip dengan gejala stroke, mulai dari mati rasa, kelumpuhan, hilang kesadaran, bahkan sampai kematian. Gejala dekompresi bisa terjadi sesaat setelah menyelam atau tertunda selama 48 jam. Hukum fisika yang mendasari teori dekompresi adalah Hukum Henry dan Hukum Boyle.
Hukum Henry menyebutkan bahwa pada sebuah bejana yang berisi air dan udara, bila tekanan udara ditingkatkan maka akan terjadi pelarutan udara ke dalam air sesuai dengan peningkatan tekanan udara. Saat tekanan dalam bejana sudah cukup tinggi, apabila tekanan dikurangi perlahan, maka gas yang terlarut juga akan dibebaskan secara perlahan tanpa menimbulkan gelembung. Sebaliknya, jika tekana dikurangi dengan cepat, maka gas yang terlarut juga akan dibebaskan dengan cepat dan menimbulkan gelembung seperti air yang mendidih. Sedangkan Hukum Boyle menyebutkan bahwa semakin tinggi tekanan udara, maka kepadatan molekul udara akan semakin padat pada volume yang sama. Dari kedua hukum tersebut dapat digambarkan bahwa semakin dalam kita menyelam, maka tekanan akan semakin tinggi sehingga udara yang kita hirup akan semakin banyak pula. Saat meyelam, kita menghirup udara dari tabung. Mayoritas yang kita hirup adalah oksigen dan nitrogen. Oksigen tentu berguna karena digunakan oleh sel - sel tubuh, sedangkan nitrogen tidak digunakan. Nitrogen inilah yang nantinya akan terakumulasi dalam darah seiring dengan kedalaman, udara yang dihirup, dan lamanya waktu selam. Dekompresi dapat dicegah dengan memperhatikan waktu selam dan kedalaman serta penerapan teknik selam yang benar. Akumulasi gas - gas yang tidak terpakai dalam tubuh sebenarnya akan hilang dengan sendirinya melalui pernafasan normal dan naik dengan tenang saat menuju permukaan.
Pada kasus nelayang teripang Pulau Barrang Lampo, ada beberapa faktor yang salah dalam prosedur penyelaman mereka. Pertama, pengunaan kompresor sebagai penyuplai udara salah karena jika kompresor tiba - tiba mengalami gangguan tentu saja akan membahayakan penyelam. Belum lagi udara yang dihirup penyelam bisa saja bercampur dengan asap dari kompresor (apalagi jika kompresor tidak dilengkapi filter udara), serta masalah lain jika selang kompresor terlilit yang mengakibatkan suplai udara terhenti. Jika panik, penyelam akan berusaha naik ke permukaan secepat mungkin. Justru hal ini salah, karena efeknya seperti yang digambarkan pada Hukum Henry dan bisa menyebabkan pecahya alveoli paru - paru. Kedua, para nelayan kurang memperhatikan kedalaman dan waktu selam. Kebanyakan dari mereka berpikir, selama masih kuat dan dapat hasil tangkapan sebanyak mungkin. Dalam bidang selam juga ada istilah "nitrogen narkosis". Nitrogen narkosis dideskripsikan dengan hilangnya kesadaran/halusinasi yang terjadi akibat menyelam. Hal ini disebabkan efek anestesi dari suatu gas dengan tekanan tinggi yang dihirup saat menyelam (dalam hal ini adalah nitrogen yang terakumulasi dalam darah). Jika terlanjur mengalami dekompresi, bisa dipulihkan dengan menggunakan fasilitas hiperbarik. Sayangnya karena keterbatasan fasilitas, keadaan tersebut tidak segera ditangani sehingga mereka mengalami lumpuh permanen.
Dari beberapa hal diatas, kita dapat mengetahui kenapa banyak nelayan yang meninggal saat menyelam dan nelayan yang lumpuh di Pulau Barrang Lampo. Keadaan ini juga dipengaruhi oleh keadaan ekonomi karena harga teripang yang mahal. Nelayan lebih memilih menjadi penyelam teripang dibanding nelayan pancing. Jika menjadi nelayan pancing, mereka bisa mendapatkan penghasilan 2 juta rupiah dalam sebulan. Tetapi jika menjadi penyelam teripang, mereka bisa mendapatkan 2 juta rupiah hanya dalam waktu 10 hari. Bahkan ada penyelam yang mendapatkan 2 juta rupiah hanya dalam waktu sehari. Ironis memang, dibalik penghasilan yang besar mereka juga harus menghadapi resiko yang besar bahkan taruhannya adalah nyawa mereka sendiri. Sebenarnya mereka tahu resiko yang dihadapi, dan mereka juga berharap tetap bisa menangkap teripang dengan metode dan peralatan yang lebih memadai. Akan tetapi keinginan mereka terkendala karena mahalnya peralatan dan belum adanya solusi yang konkrit dari pemerintah setempat. Semoga masalah ini bisa terselesaikan sehingga penghuni Lorong Janda tidak bertambah dan para nelayan bisa tetap produktif untuk menafkahi keluarga mereka.
Sumber: